Selasa, 16 Maret 2010


BAGAIMANA JIKA ANAK GAUL BERSATU MEMBENTUK KEKUATAN POLITIK...
DARI BAZAR PRODUK DISTRO KE PEMIKIRAN ALTERNATIF MENGENAI DUNIA POLITIK PRAKTIS INDONESIA.
Oleh : Ferdiansyah Riva’i

Ada sedikit cerita ketika Minggu malam kemarin saya pergi ke GOR UNY untuk ngeliat KICK FEST Yogyakarta 2009. KICK FEST itu adalah event rutin tahunan yang berisikan bazar brand-brand clothing dalam negeri yang lagi ngetop kayak god.inc, demon inc, slackers, rock n roll jahat dll, di campur dengan music performance yang diisi band-band indie dalam negeri yang juga lagi ngetop.

Niat awal saya sih bukan buat ngelirik kaos atau item-item lain, saya cuma pengen ngeliat penampilan WHITE SHOES AND THE COUPLE COMPANY yang kebetulan malam itu jadi special guest star (ntar di tulisan kedua kita bahas tentang ini). karena penonton yang begitu membludak, saya jadi tertarik buat nglirik-lirik dulu ke tempat bazar clothing yang udah penuh berjubel sama manusia-manusia berpakaian warna-warni (bazar clothing ada di dalam GOR, sedangkan stage buat music performancenya ada di halaman luar).

Sebagai seorang mahasiswa ilmu politik, yang pertama kali melintas dipikiran saya ketika melihat keramaian ini justru adalah seandainya saja anak-anak muda yang saya sebut “anak distro” ini mendirikan partai politik dan turut meramaikan pesta demokrasi atau pemilu di Negara kita tercinta ini. Dari hasil pengamatan mata telanjang saya, rata-rata usia mereka adalah antara 17-25 tahun, yang berarti mereka adalah warga Negara yang telah memiliki KTP dan berhak berpartisipasi aktif dalam percaturan politik Negara kita. Ini menarik apabila kita bahas lebih lanjut, coba saja kita bayangkan bahwa “anak2 distro” ini yang ternyata (dan memang) datang dari berbagai ragam latar belakang pendidikan, keahlian, dan profesi ini mau terjun ke dunia politik dan mau menyumbangkan pikirannya untuk membangun negara.


INI AKAN MENJADI SEBUAH KEKUATAN POLITIK BARU YANG MENAKUTKAN , karena yang tergabung dalam kekuatan politik ini mungkin saja seorang mahasiswa ilmu politik, sarjana fisika, praktisi jurnalistik, praktisi seni atau yang lainnya. Saya juga sekaligus disini ingin menekankan bahwa PARADIGMA MASYARAKAT YANG MENGANGGAP BAHWA SEMUA ANAK-ANAK GAUL ZAMAN SEKARANG KONSUMTIF, CUEK DAN HEDONIS ADALAH SALAH BESAR, karena terbukti banyak juga teman-teman dan sodara saya yang update dalam urusan fashion dan pergaulan namun tetap peduli terhadap Negara, agama, dan masyarakatnya.

Sepupu saya yang di bandung stylenya distro abis, dan hebatnya dia juga rajin sholat dan tercatat sebagai mahasiswa ITB jurusan OSEANOGRAFI yang masuk melalui jalur SPMB. Keponakan saya yang di ITT telkom juga gitu, jago banget matematika, dan dia juga penganut paham berpakaian ala distro, dan banyak lagi teman-teman dan sodara-sodara saya dari latar belakang pendidikan berbeda kayak EKONOMI, HUKUM, SASTRA, SOSIAL POLITIK, GEOLOGI, PERTAMBANGAN, dan berbagai latar belakang kehidupan lainnya (bahkan pendidikan AGAMA, anak petani, seniman , olahragawan dll) yang memiliki kesamaan seperti cerita dua saudara saya tadi yaitu muda, pintar secara akademis, berprestasi, berwawasan agama dan budaya, cinta tanah air dan terutama juga penganut paham berpakaian ala DISTRO (bayangkan jika mereka semua bergabung dalam sebuah partai politik).

Ini berarti PARTAI POITIK yang ada dibayangan saya tadi tidaklah dilandaskan oleh sebuah IDEOLOGI, melainkan dilandaskan oleh PERSAMAAN GAYA BERPAKAIAN. Letak kelebihan sebuah partai yang tidak berlandaskan IDEOLOGI adalah mereka dapat menampung semua bentuk aspirasi, kreasi ,dan inovasi. Dan khusunya untuk partai ini, anggotanya semua adalah anak-anak muda cerdas dengan jiwa kreatif yang tinggi, dan tentunya berjiwa muda yang sangat patriotis dan progressif. Partai ini kelak juga akan mampu menyatukan semua bentuk perbedaan yang ada di Negara kita. Mulai dari agama, suku, ras, dan lain sebagainya yang sekarang kerap menjadi akar munculnya konflik lokal. Pastinya ini juga sangat sesuai dengan asas demokrasi kan?.hehe…

Khayalan saya terus berlanjut, saya membayangkan partai ini kelak akan diberi nama PANKRING (partai anak kritis n gaul). Hehe….ini kan partai saya di pemilu BEM FISIP kemaren. Intermezzo aja temen-temen. Piss……atau mungkin partai politik yang saya bayangkan tadi lebih tepat dinamakan PANDIS (partai anak distro), atau apalah nantinya.

Partai ini nantinya juga akan keliatan beda dari partai lainnya apabila dilihat dari desain logo, mungkin logonya kelak akan di penuhi warna-warna cerah dan di tulis dengan font distro (coba bayangin partai dengan logo dan font kayak sippirilly monsterz.hehe..) ini akan mematahkan dominasi logo-logo partai lain yang masih menganut paham konservatif, seperti warna merah untuk mereka yang demokratis, sosialis, dan warna hijau untuk mereka yang bernafaskan islam. mungkin warna-warna yang saya sebutkan tadi akan menjadi sebuah simbol penyatuan semua bentuk perbedaan yang ada sekarang, jadi warna-warni logo partai politik ini diartikan sebagai sebuah bentuk integrasi antara sisi demokratis, sosialis, religius dll.hehe…..

partai ini juga pasti akan memiliki massa yang banyak sekali, karena gaya berpakaian ala distro telah merasuk ke seluruh jiwa anak-anak muda Indonesia, dari sabang sampai merauke. Kelak ini juga akan menjadi modal awal agar partai ini mudah melewati proses verifikasi (distro kan hampir ada di tiap daerah di Indonesia, bahkan di desa-desa pun ada..nah…jadiin aja distro-distro tersebut sebagai kantor pimpinan daerah, kantor pimpinan cabang, kantor pimpinan ranting dll…hehehehehe), sedangkan untuk masalah kaderisasi, mungkin kita bisa minta bantuan dari temen-temen anggota forum komunikasi mahasiswa ilmu sosial dan ilmu politik seluruh Indonesia yang pasti berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dan tentunya penganut paham berpakaian ala distro juga.hehehe….

Selanjutnya yang juga saya bayangkan adalah para fungsionarisnya yang akan selau berpakaian non formal ala DISTRO , seperti pake celana jeans baggy, kaos warna-warni dengan gambar full face dibalut dengan jamper,blazer,sweater, pake sneakers, kacamata gede, plus topi.beuh….mantap pisan euy……..ini benar-benar keluar dari tradisi-tradisi lama yang hari ini sudah mulai ngebosenin, bahkan pengen bikin muntah. Semua yang ada hari ini kan seolah sudah pasti, mentok, absolut, mutlak dan gak bisa berubah lagi. Bukankah semua yang ada di dunia ini masih bisa berubah ya, masih fallible, hipotetif dan masih tentatif?.

Selanjutnya yang mau saya bahas disini adalah, mengapa partai ini menjadi penting?. Jawaban saya sederhana saja, karena negara kita memang butuh pemimpin yang muda, yang berjiwa kreatif dan inovatif. Negara kita itu butuh alternatif pemikiran, selama ini kita kayaknya terlalu terpaku dan di dominasi oleh pemikiran-pemikiran kenegaraan yang telah mapan, pemikiran kita akhirnya hanya berputar-putar disitu saja. Seputar demokrasi, sosialisme, liberalisme, marxisme, komunisme, neo liberal, kapitalisme, dll.

Padahal seharusnya di zaman yang sudah parah seperti ini kita harus mencoba berpikir OUT OF THE BOX, bukankah pemikiran-pemikiran hari ini tersebut belumlah baku sepenuhnya, dalam artian kita masih bisa MENCIPTAKAN PEMIKIRAN BARU. Saya berpendapat bahwa kenapa hingga hari ini Negara kita masih belum bisa beranjak dari keterpurukan adalah karena PARA PEMIMPIN BANGSA INI KURANG KREATIF, mereka terjebak pada labirin-labirin pemikiran yang telah mapan. Pemikiran-pemikiran mapan tersebut memang penting untuk dipelajari, TAPI YANG LEBIH PENTING LAGI, KITA HARUS BISA MENCIPTAKAN PEMIKIRAN BARU YANG LEBIH SESUAI DENGAN KONTEKS SITUASI HARI INI.

Disinilah letak peran strategis kaum muda yang berjiwa kreatif. Selain itu sebagaimana kita ketahui, bahwa apatisme politik banyak menjerat kaum-kaum muda kita sekarang, mereka pesimis terhadap platform dan ideology yang dibawa oleh partai-partai politik yang telah ada. Ini sangat disayangkan, Dan inilah alasan penting kedua mengapa partai ini harus ada, yaitu sebagai wadah baru bagi anak-anak muda yang aspirasinya tidak dapat disalurkan melalui partai-partai politik konvensional. Dan ini sekaligus akan menjadi tempat pembelajaran dan pemahaman lebih lanjut mengenai arti penting politik bagi semua lapisan masyarakat.

Partai ini juga akan menjadi stimulun bagi bangkitnya kesadaran politik kaum muda khusunya dan masyarakat luas pada umumnya. Dan terkahir, kita tinggal melengkapi partai ini dengan visi misi mewujudkan pemerintahan yang kreatif, yang mampu mengakomodir semua bentuk perbedaan dan keragaman, mampu menjembatani semua kepentingan yang ada mulai dari masyarakat miskin hingga menengah ke atas, mampu membangkitkan ekonomi melalui perubahan besar-besaran terhadap sistem yang selama ini kolot menjadi sebuah sistem yang tidak berpihak dan adil untuk mewujudkan ekonomi yang mandiri dan terlepas dari intervensi asing, merekonstruksi bangunan hukum yang ada menjadi hukum yang benar-benar terbuat dari cerminan sosio kultur yang khas Indonesia, meningkatkan kualitas pendidikan melalui perubahan kurikulum yang ada sekarang menjadi kurikulum yang tidak hanya berlandaskan IPTEK yang kuat, namun juga di landaskan oleh nilai-nilai religiusitas, humanitas, dan moralitas agar mampu mengimbangi perkembangan teknologi informasi. dan terakhir menerapkan teknolgi mutakhir yang ramah lingkungan hasil ciptaan anak negeri. Hehehe…………

Merunut dari pemikiran KARL R POPPER, bahwa ilmu selalu bermula dari masalah dan berakhir dengan masalah pula. Dengan demikian kritik merupakan kekuatan motif utama untuk setiap perkembangan intelektualitas. tanpa kritik tak ada motif rasional untuk mengubah teori-teori kita dan untuk mengubah atau mentransformasi masyarakat kita. Jadi , metode pertumbuhan pengetahuan adalah metode kritis, yaitu pendekatan yang mengakui bahwa teori (atau kebijakan politk,ekonomi,ataupun ideology) kita masih dapat salah (fallible), penerimaan atas suatu teori (atau kebijakan) selalu bersifat sementara, yaitu selalu belum gugur oleh ujian yang keras. Teori selalu tentatif, demikian pula setiap pemikiran, tak pernah final apalagi absolut. Ia tetaplah hipotesis yang dapat salah.

Tulisan ini merupakan sebuah kritik bagi konstruksi-konstruksi pemikiran pada dunia politik yang kini telah ada, saya hanya ingin memberikan sebuah pemikiran segar bagi dunia politik praktis di Indonesia, yang menurut saya saat ini tengah mengalami stagnasi dan mulai dirasakan bosan dan jengah oleh masyarakat luas. Demikianlah sekelumit pikiran buah kedatangan saya pada acara KICK FEST yogyakarta 2009. semoga tulisan ini mampu menggugah anda untuk terus berpikir kreatif demi terwjudnya Indonesia raya yang adil dan makmur. HIDOEP ANAK MUDA!!!!!!!!

Selasa, 09 Maret 2010

FEBRUARI MENGGODAKU UNTUK BERCERITA
Oleh Ferdiansyah Rivai

Aku masih terpekur melihat butir-butir hujan turun di pagi itu, menghirup bau tanah, memandang daun yang bergerak meresapi belaian angin-angin kecil, serta mengawasi gumpalan awan hitam yang perlahan mulai berevolusi menjadi awan-awan putih kembali. Hujan memang selalu bisa membawaku terbang ke dunia lain, membawaku kembali pada cerita-cerita yang telah usai, tentang aku, kamu ,dia ,mereka, kalian, kami, kita. Hujan selalu mampu membuat hasratku untuk melanjutkan hidup berhenti sejenak, memaksaku menengok kembali apa yang telah aku lewati, apa yang telah aku lakukan, menyingkap kembali harapan-harapan, kekecewaan-kekecewaan, dan dosa-dosa yang mungkin telah kuperbuat namun tak pernah kusempatkan untuk mengevaluasinya. Di depan rintik hujan, aku tiba-tiba menjelma menjadi seorang yang tak pernah ingin aku kenali, tiba-tiba aku menjadi seonggok daging yang menakutkan, mengharu biru kala aku melihatnya. Tak jarang hatiku meringis karena engkau telanjangi, wahai hujan.

Tak terasa kini februari telah berada pada ujung perjalanannya. Masih seperti dulu, dengan gelagat lamanya, februari tetap saja dingin dan sendu. Februari memang begitu personal bagiku, sama seperti November. Begitu banyak cerita pada rentan waktu ini, dari yang tersial hingga yang paling membahagiakan. Haha…udah lama juga nih nggak nulis di facebook, kalo gitu kali aku ini mau cerita yang ringan-ringan aja lah.

Beberapa hari belakangan, beberapa temanku berkeluh kesah terhadap hubungannya dengan orang tua. mereka banyak mengkritisi mengenai perbedaan sudut pandang yang begitu mencolok antara orang tua dan mereka anak-anankya. Mereka juga menyesalkan sikap orang tua yang tidak memberikan ruang dialog yang luas guna menjembatani perbedaan paham yang kerap terjadi. Salah satu diantara temanku itu bahkan bercerita dengan sangat emosional, dia menganggap orang tuanya begitu otoriter, bahkan egois. Jangankan membuka ruang dialog yang luas, untuk sekedar ngobrol hal yang kecil saja dibatasi. Padahal menurut dia di usia yang sudah seperti kita sekarang ini, sudah saatnya orang tua membebaskan pilihan kepada anak-anaknya, karena anaknya yang akan menjalani hidupnya sendiri. Saatnya anak mencari apa yang bisa membuatnya nyaman, nggak selamanya anak harus di dikte. Menurutnya Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan juga nggak bagus. Dia juga mengakui kerap menjadi stress akibat sikap orang tuanya ini. Itu kelihatan sekali, karena statement berikutnya dengan sangat lugas dia bercerita jika nanti dia punya anak, maka dia akan membebaskan anaknya menentukan arah hidup, asalkan positif dan bisa dipertanggungjawabkan. Dan tentunya sebelum itu dibekali iman yang kuat. Aku hanya tersenyum mendengar ini, dan ketika ku Tanya sedikit “apa kamu benar-benar yakin mau membebaskan anakmu menentukan pilihan-pilihan hidupnya?”..dia tampak berpikir keras dan tersenyum ragu.he…

Ini cerita menarik menurutku, karena tidak sedikit di dunia ini anak yang mengalami hal yang sama. Ini juga berpotensi besar untuk memicu berbagai pembangkangan apabila tidak segera diselaraskan. Karena menurutku Kita seolah sedang menyiapkan bom waktu setiap kali terjadi perselisihan pendapat dengan orang tua yang otoriter. Dan pada titik puncaknya, ini jelas akan mengganggu stabilitas keluarga.

Untuk menanggapi cerita teman-teman ini aku menjadi berpikir keras, aku kembali mengingat masa demi masa hidup yang telah aku lalui. Aku mengingat bagaimana cara orang tuaku mendidikku. Ya …aku dididik dalam suasana keluarga yang sangat demokratis religius. mengapa aku tambahkan religius, itu karena untuk urusan ibadah orang tuaku sangat otoriter. Tapi tidak untuk hal-hal yang lain, aku merasakan aku begitu bebas menentukan apa saja hal yang aku mau. Orang tuaku hanya berpesan, lakukanlah hal-hal yang kamu mau dengan penuh tanggung jawab dan jangan lakukan hal-hal yang dilarang agama dan merugikan orang lain. Tak pernah sedikitpun orang tuaku memaksa aku untuk menjadi apa yang dia inginkan. Misalnya aku ingin jadi astronot, tapi orangtuaku mengingnkan aku jadi ustadz. Lalu dia memaksa aku masuk IAIN. Tidak pernah seperti itu, aku bebas dalam menentukan apa saja.

Lalu pertanyaannya adalah, apakah aku bahagia? Haha…ternyata tidak juga teman, justru terkadang aku merasa iri dengan teman-temanku yang hidupnya berada di bawah kondisi otoriter dan diberi ”pengarahan” lebih oleh orang tuanya. contoh yang cukup melekat di otakku adalah ketika aku baru saja lulus SMA. aku melihat orang tua dari teman-temanku yang begitu semangat dalam mempersiapkan masa kuliah anaknya, mereka bahkan memiliki plan A–Z untuk urusan ini. Anakku harus jadi ini, kalo nggak bisa ntar masuk ini saja.ckckck…lalu lihat kondisiku, tidak sedikitpun orang tuaku mengarahkan aku untuk kuliah pada bidang tertentu. Aku benar-benar harus memutuskan sendiri. Pernah sih sesekali orang tuaku nyeletuk, mending kamu kuliah musik saja di Jakarta atau di jogja, Tiap hari kan kerjaanya ngeband terus. Atau pernah juga disuruh jadi guru, biar ada yang ngelanjutin profesi orang tua, atau jadi ustadz. Tapi ini juga sebatas guyonan saja, tidak ada pembicaraan serius. Aku sempat pusing juga pada masa-masa ini, Karena menurutku jiwaku masih begitu labil, dan mungkin aku butuh sedikit “keotoriteran” orang tua waktu itu, karena ini penting lho, menyangkut masa depan anaknya. Begitulah pikiran yang ada dibenakku.

Lalu setelah aku mengingat seperti tadi , aku jadi berpikir bahwa ternyata baik otoriter ataupun demokrasi tetap saja menjadi polemik dan bikin “stress”.hehehe…dan untuk menanggapi keluh kesah temanku tadi, aku coba menganalogikannya dengan sangat sederhana (biar dia senanglah.hehe)..pertama, aku bilang gini, pernah nggak kita merasakan hal-hal berikut, waktu kita SD pengen jadi anak SMP, waktu kita SMP pengen jadi anak SMA, dan waktu SMA pengen jadi anak kuliah…nah..salah satu sifat dasar alamiah manusia adalah selalu ingin tahu apa saja. Coba lihat anak bayi yang suka menggigit mobil-mobilan (itu kan tandanya dia lagi pengen tau apa sih rasanya mobil-mobilan? Bisa dimakan nggak?)..kita sejak lahir memang dibekali “sense of curiosity”, karena menurutku dunia ini telah “selesai” dibuat oleh yang maha kuasa lengkap dengan hukum kausalitasnya(sebab-akibat), dan bekal ini ditujukan agar manusia mampu membongkar tiap seluk-beluk dunia yang telah “selesai” ini (coba perhatikan bagaimana sejarah perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang terus mengalami perubahan dan kemajuan dari hari ke hari). Kembali pada persoalan tadi, aku juga ingin menegaskan bahwasanya kita hidup diantara blok2 “ruang” yang terpisah (baik secara waktu maupun kondisi sosial material) namun kita dapat saling melihat satu sama lain (hanya melihat tidak merasakan). Dan apabila dua argumen ini digabungkan, maka dapat aku tarik kesimpulan bahwa KRITIK KITA TERHADAP ORANG TUA SEBENARNYA ADALAH WUJUD DARI RASA KEINGINTAHUAN KITA TADI, TERSEBAB ADA RUANG YANG MEMISAHKAN KEDUANYA. Kita mungkin ingin tahu bagaimana rasanya menjadi orang tua, Jadi mungkin kita baru akan menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan kita tersebut ketika kita sendiri merasakan bagaimana rasanya menjadi orang tua.

Kedua, aku coba memakai pepatah yang mengatakan bahwa “ buah itu tak akan jatuh jauh dari pohonnya”..dan pertanyaan mendasar adalah apakah kita mau kelak anak kita sama persis segala sesuatunya dengan apa yang kita miliki sekarang?..jujur saja, kalau aku tidak…hahaha…aku merasa begitu banyak kelemahan,kekurangan, dan hal-hal buruk lain yang sekarang hinggap pada diriku. Dan aku tidak ingin anak-anakku mewarisi sikapku persis..hehe…dan kembali pada permasalahan tadi, jangan-jangan orang tua kita juga mengalami keresahan yang sama. mereka takut anak mereka mewarisi sikap-sikap buruk yang mereka punya, dan akhirnya mereka tidak punya pilihan lain selain membentuk kartakter anaknya sebaik apa yang mereka pikirkan walaupun terkadang harus bersikap otoriter.

Lalu bila aku ditanya solusi dari masalah ini, dengan sederhana akan akau jawab bahwa untuk urusan perbedaan paham dengan orang tua dalam memandang sebuah tindakan, perbuatan, atau pilihan hidup, kunci yang terpenting menurutku adalah pembuktian. Setelah kita benar-benar memahami bahwa sebenarnya apa yang kita lakukan sarat muatan positif dan tidak akan mengecewakan orang tua( pemahaman ini penting demi menghindari resiko yang mungkin akan terjadi) maka lakukan saja hal-hal tersebut walaupun secara diam-diam (lagi ngajarin bandel mode:on), tunjukkan pada orang tua kita bahwa apa yang kita lakukan ternyata mampu memberikan dampak positif dan mampu membuat mereka terdiam, lalu tersenyum malu-malu, geleng-geleng kepala, dan akhirnya menitikkan air mata bangga.

Aku pernah merasakan hal ini. Dulu waktu baru awal-awal orang tuaku tau aku ngeband, orang tuaku sempat cemas juga( nggak diomongin, tapi kelihatan dari tindak tanduk). Pandangan orangtuaku sama Seperti paradigma masyarakat pada umumnya, bahwa yang namanya seniman apalagi “anak band” itu pasti identik dengan hal-hal negatif, seperti jarang mandi, jarang ganti baju, gak pake deodorant. Hehe..nggak ding, maksudnya narkoba, pergaulan bebas.dll..tapi aq berpikirnya gini, orang tua kita kan jarang yang tau kalo Bono U2 itu bisa menyuarakan perdamaian lewat musik, Zack De la Rocha “Rage Againts The Machine” bisa membela kaum petani lewat hip metal, Ebiet G.Adde, Iwan Fals bisa menggugah rasa kemanusiaan melalui tembang baladanya, dan Opick bisa bikin orang takut berbuat dosa. Bahkan seorang filsuf besar seperti Friedrich W. Nietzsche saja pernah bilang bahwa “ hidup tanpa musik adalah sebuah kesalahan besar”..berbekal dengan keyakinan inilah akhirnya aku tetap maju, akan aku buktikan bahwa setiap kali aku keluar malam tu gak sia-sia, nilai sekolahku gak akan berubah, dan aku nyanyi-nyanyi di kamar mandi, dikelas, gitar-gitaran di depan rumah tu ada gunanya. dan hasilnya (hahaha… gak usahlah diceritain, ntar jadi narsis,dibilang bohong, sombong).

Pembuktianku yang baru-baru ini adalah pembuktian kemampuan mendaki gunung, ibuku menaruh kecemasan yang hiperbolik dalam hal ini. Tapi setelah aku pikir matang-matang baik buruknya naek gunung, aku berangkat saja diam-diam. Dalam hatiku” santai saja,mak..demi semua keluarga dan orang-orang terkasih aku pasti kembali”..dan ternyata aku naik dan turun dengan selamat. Pulang ke jambi aku liatin foto-fotoku di gunung sama ibuku, ibuku langsung marah. Tapi aku bilang aja “ ntar dulu, wong udah selesai gini koq, masak mau balik lagi, naik lagi,turun lagi”..dan akhirnya aku ceritain bahwa naik gunung itu selain sebuah perjalanan fisik juga sebuah perjalanan spiritual, kita akan lebih banyak lagi melihat kebesaran TUHAN dari atas puncak gunung, kita juga belajar bagaimana membaca situasi alam yang nggak bisa ditebak, bagaimana bertahan dalam tekanan rasa lapar, capek,haus…aku bilang, uang yang selama ini menjadi pujaan bahkan pemicu perang bagi kita manusia-manusia “urban”, di gunung tuh nggak ada artinya. (mana ada rumah makan padang di gunung, apalagi travel) digunung hidup ini benar-benar bergantung pada kemampuan pribadi, bekal pribadi, dan belas kasihan, serta bantuan orang lain. Makanya gunung itu mengajarkan kita bekerjasama, berbagi, tolong menolong, dan tentunya kepasrahan pada sang KHALIK.bla…bla…bla…dan akhirnya ibuku hanya bisa geleng-geleng kepala, senyum dikit, trus bilang “ ya udah, jangan sering-sering ya”..hehehe…. maka buktikanlah apa-apa yang ingin kau buktikan kepada orang tuamu.semangat……….

Hufft…Hari ini aku masih saja menunggu saat-saat dimana hujan turun, aku rindu pada caranya membongkar suasana pikiran dan hatiku, aku rindu pada titik airnya yang ketika menyentuh tanah dapat memunculkan bau yang mampu menampar sisi sisi sensitif pada relung –rellung jiwaku, relung-relung yang paling sulit untuk aku kenali.

Barusan tadi aku mendapat telfon dari ibuku, ibuku bilang kalo hari ini tuh tepat 2 tahun setelah bapakku meningalkan kita untuk selama-lamanya. Hmmm…sejenak aku teringat dengan sosok bapakku, lelaki yang telah mendengungkan adzan di kali pertama aku menatap dunia, dengan harapan tak akan kuingkari suara adzan tersebut kelak. Lelaki yang tak banyak mengajariku tentang bagaimana menjalani hidup, namun hanya sekedar membuka mataku tentang bagaimana seharusnya hidup ini kumaknai. lelaki yang jarang mengajakku jalan-jalan membeli mainan, namun sering mengajakku melihat pesawat terbang di bandara dengan harapan kelak mungkin aku bisa seperti BJ, HABIBIE ( walaupun sekarang aku kuliah di FISIP bukan di ITB, tapi HABIBIE kan juga politisi,pernah jadi presiden.hehe). lelaki yang di tinggal di kota namun masih menerapkan gaya hidup seperti di kampung, hingga kerap dikatain kolot bahkan oleh keluarganya sendiri. Lelaki yang di hari terakhir hidupnya memberikan banyak arti kehidupan bagiku, bahwa “tak perlulah kau membelah bulan hanya untuk sekedar mendapatkan kebahagiaan. tapi untuk tak menggadai iman, hal itu mungkin perlu”. Lelaki yang tak pernah membuatku menangis saat mengenangnya (bahkan ketika dia telah benar-benar pergi), ya..aku selalu tersenyum dan tersenyum, akan terus tersenyum.

Hehe..Tulisan ini bukan aku tujukan untuk mengenang bapakku koq. Yang ingin aku sampaikan pada kalian sebenarnya sederhana saja ,adalah bahwa “rasa sayang” dan “rasa cinta’ sepenuhnya memerlukan pemahaman, bahkan pemahaman “lebih”. Pramoedya Ananta Toer pernah berujar bahwasnya “kita itu harus sudah bisa adil bahkan sejak dalam pikiran, apalagi di dalam perbuatan” ,ini artinya kita jangan sesekali berani menilai sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk, sebelum kita benar-benar memahaminya. Kita tidak mungkin menghindari perbedaan paham, perbedaan sudut pandang, karena itu semua sifatnya lahiriah. dan itu semua bukan untuk disamakan, melainkan untuk di cari titik temu. Cinta dan sayang memang selalu bersifat tarik menarik, oleh karena itu kita tak akan pernah kita merasakan pemahaman yang seimbang satu sama lain, mungkin akan ada yang di rasakan kurang dan ada yang dirasakan lebih. Itu biasa.

Dan yang juga ingin aku bilang, sayangilah orang-orang yang menurutmu pantas untuk kamu sayangi, cintai mereka apa adanya, coba pahami mereka, karena kita tak akan pernah tau sampai dimana batas waktu kita masing-masing. Kita tak pernah akan tau kapan kita kehilangannya. Kalian mungkin belum pernah merasakan bagaimana rasanya hidup di usia labil seperti ini tanpa sosok seorang bapak? Maka sebelum itu semua terjadi, ungkapkanlah rasa sayang yang kalian punya, ucapkanlah kata maaf kepada mereka yang kalian anggap pantas mendapatkan permohonan maaf dari kalian, karena setelah memaafkan semuanya pasti akan terasa lebih indah. Karena tuhan memang tak pernah menjanjikan langit selalu biru, tapi percayalah setelah badai pasti akan selalu ada pelangi. Dan percayalah , tak ada satupun orang tua yang tak menyayangi anaknya.